Sebelumnya saya sudah mencantumkan mengenai hukum membaca Al-qur'an bagi wanita haidh dan nifs juga orang junub, selanjutnya hukum menyentuh Al-qur'an itu sendiri, sebenarnya bagaimanakah hukumnya bagi wanita haidh dan nifas juga orang junub? dilarang kah? atau kah diperbolehkan? Sejauh yg saya tau masih banyak orang yang mempertnyakan mengenai hal ini, jadi bagaimana hukum sebenrnya mengenai hal ini?

Sebenarnya Tidak ada satupun dalil yang melarang menyentuh atau memegang Al Qur'an bagi orang junub, perempuan haidh dan nifas. Allohumma, kecuali mereka yang melarang atau mengharamkan berdalil dengan firman Alloh 'Azza wa Jalla:
"Tidak ada yang menyentuhnya (Al Qur'an) kecuali mereka yang telah disucikan ." (Al Waqi'ah : 79).

Yang haq, yang dimaksud oleh ayat di atas ialah: Tidak ada yang dapat menyentuh Al Qur'an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan oleh Alloh SWT. Demikian tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana telah diterangkan oleh Al Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al Qur'an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan hadats kecil. Kalau betul demikian meksudnya tentu firman Alloh di atas menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al Qur'an kecuali mereka yang suci/bersih, yakni dengan bentuk faa'il (subyek/pelaku) bukan maf'ul (obyek). Kenyataannya Alloh berfirman: Tidak ada yang menyentuhnya (Al Qur'an) kecuali mereka yang telah disucikan, yakni dengan bentuk maf'ul (obyek) bukan sebagai faa'il (subyek).

Merekapun berdalil dengan hadits:
"Tidak ada yang menyentuh Al Qur'an kecuali orang yang suci."

Shahih. Riwayat Daruquthni dari jalan Amr bin Hazm. Dan dari jalan Hakim bin Hizaam diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim, Thabrani di kitabnya Muj'am Kabir dan Muj'am Ausath dan lain-lain. Dan dari jalan Ibnu Umar diriwayatkan oleh Daruquthni dan lain-lain. Dan dari jalan Utsman bin Abil 'Aash diriwayatkan oleh Thabrani di Mu'jam Kabir dan lain-lain. (Irwaa-ul ghalil no.122 oleh Syaikhul Imam Al Albani. Beliau telah men-takhrij hadits di atas dan menyatakannya shahih.)

Yang haq yang dimaksud oleh hadits di atas adalah: Tidak ada yang menyentuh Al Qur'an kecuali orang mu'min, karena orang mu'min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Nabi SAW.:
"Sesungguhnya orang mu'min itu tidak najis."

Shahih . Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, Nasa'i Ibnu Majah, Ahmad dll. dari jalan Abu Hurairoh, ia berkata: Rosululloh SAW pernah menjumpaiku di salah satu jalan dari jalan-jalan yang ada di Madinah, sedangkan aku dalam keadaan junub, lalu aku menyingkir pergi dan segera aku mandi kemudian aku datang (menemui beliau),
lalu beliau bersabda,
"Kemana engkau tadi wahai Abu Hurairoh?" Jawabku, "Aku tadi dalam keadaan junub, maka aku tidak suka duduk bersamamu dalam keadaan tidak bersih (suci)." Maka beliau bersabda, "Subhanalloh! Sesungguhnya orang mu'min itu tidak najis."
(Dalam riwayat yang lain baliau bersabda, " Sesungguhnya orang muslim itu tidak najis.")

Bukanlah yang dimaksud dengan orang yang suci ialah suci dari hadats besar dan hadats kecil, karena lafazh thaahir dalam hadits di atas ialah satu lafazh yang mempunyai beberapa arti (musytarak) yaitu: Suci dari hadats besar, suci dari hadats kecil dan suci dalam arti orang mu'min. Untuk menentukan salah satu arti dari tiga macam arti thaahir di atas harus ada qarinah (tanda atau alamat) yang membawa dan menentukan salah satunya. Apakah arti thaahir di atas maksudnya bersih dari hadats besar atau bersih dari hadats kecil atau mu'min?

Untuk yang pertama dan yang kedua yaitu bersih dari hadats besar dan hadats kecil tidak ada satupun qarinah yang menetapkannya. Karena tidak datang satupun dalil yang melarang menyentuh atau memegang Al Qur'an bagi orang yang junub, perempuan haidh dan nifas. Sedangkan untuk yang ketiga yaitu orang mu'min telah datang qarinah dari hadits shahih di atas yaitu sabda Rosululloh SAW :"Sesungguhnya orang mu'min itu tidak najis" Yakni orang mu'min itu suci, karena najis lawan dari suci, ketika Nabi SAW menafikkan (meniadakan ) kenajisan bagi orang-orang yang beriman (mu'minun), maka mahfumnya bahwa orang-orang yang beriman itu suci. Istimewa apabila kita melihat kepada sebab-sebab Nabi SAW (sabaabul wurudil hadits) bahwa orang mu'min itu tidak najis, yaitu kejadian pada diri Abu Hurairoh yang sedang janabah dan tidak mau duduk bersama Nabi SAW dangan anggapan bahwa dia sedang tidak suci?! Nabi SAW. menyalahkan anggapan tersebut dangan sabdanya: Subhanalloh sesungguhnya orang mu'min itu tidak najis.

Jadi sudah jelas hukumnya bukan? selanjutnya terserah anda, atau mungkin anda mempunyai dalil lain yang ingin disampaikan? Apapun dalilnya semoga Allah SWT selalu membuka pintu hati kita untuk menerima yang Haq dan meninggalkan yang batil..Amiin
Semoga tulisan ini bermanfaat..